Pages

Saturday, November 6, 2021

Seven Habits

SEVEN HABITS (TO BE MORE EFFECTIVE PEOPLE)

Teori SEVEN HABITS To Be More Effective People merupakan buah pikiran dari Stephen Covey dalam bukunya yang berjudul sama "The 7 Habits of Highly Effective People".

Stephen R. Covey merangkum 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, dimana kebiasaan merupakan faktor yang kuat dalam hidup kita.

Karena kebiasaan tersebut secara konsisten dilakukan setiap hari dan menjadi sebuah pola yang kita sadari atau tidak kita sadari sehingga mengekspresikan karakter kita dan ujungnya dalah menghasilkan efektifitas atau ketidak-efektifan kita sendiri.

Pemikiran - Tindakan - Kebiasan (plus Paradigma) - Watak - Nasib

Berdasarkan aliran sederhana diatas, bahwa kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan lakukan setiap hari merupakan akumulasi dari pemikiran dan tindakan kita sebelumnya.

Dan kebiasaan-kebiasaan yang menjadi pola harian kita nantinya akan menghasilkan watak serta nasib kita di kemudian hari. Jika kebiasaan yang kita lakukan adalah kebiasaan yang efektif maka watak kita menjadi baik serta nasib kita juga akan mujur.

Begitu pula sebaliknya.

Yang membedakan orang-orang yang sangat efektif dengan orang yang tidak produktif adalah bukan pada apa yang mereka miliki, tetapi pada kebiasaan-kebiasaannya. Watak seseorang terbentuk dari kebiasaan-kebiasaannya. Di alam bawah sadar, kebiasaan-kebiasaan itu membentuk dan mengubah watak seseorang. Dan ternyata kebiasaan-kebiasaan itu bisa diubah, asal kita mau walaupun membutuhkan waktu.

Taburlah pemikiran, maka Anda akan menuai tindakan.

Taburlah tindakan, maka Anda akan menuai kebiasaan.

Taburlah kebiasaan, maka Anda akan menuai watak.

Taburlah watak, maka Anda akan menuai nasib Anda.

Kebiasaan itu sendiri terjadi karena adanya paradigma. Yang dimaksud paradigma adalah sudut pandang atau kerangka yang terbentuk oleh pengalaman hidup, pendidikan maupun latar belakang kita.

Jika kebiasaan kita sebelumnya belum mencerminkan kebiasaan yang efektif, maka untuk itu perlu dilakukan perubahan paradigma untuk melakukan perubahan kebiasaan kita.

Paradigma inilah yang menentukan bagaimana kita memandang dan mengartikan dunia ini, dan dengan demikian menentukan bagaimana kita bereaksi dan bersikap terhadapnya. Sebagai contoh mula-mula astronom Mesir, Ptolemy mengatakan bahwa bumi adalah pusat jagat raya. Tapi kemudian Copernicus menyebabkan perubahan paradigma, ketika dia membuktikan bahwa sebenarnya mataharilah pusat dari jagad raya.

Pengertian akan konsep paradigma ini membuat orang belajar mengerti bagaimana orang lain memandang persoalan yang sama dengan kacamata yang berbeda. Pengertian tentang paradigma ini juga dapat menghindarkan orang dari sikap merasa dirinya sebagai korban lingkungan atau orang lain, sehingga seringkali melakukan "blaming others" (menyalahkan orang lain), karena menganggap dunialah yang salah kalau sesuatu itu tidak sesuai dengan harapannya.

Selanjutnya Stephen Covey menjelaskan bahwa di dunia ini ada hukum alam untuk kematangan. Seorang bayi berkembang dari ketergantungan pada orang tuanya menjadi mandiri sebelum akhirnya mencapai kamatangan pemahaman akan saling ketergantungan dengan orang lain di sekitarnya. Ekosistem alam tercermin dalam ketergantungan kolektif dari masing-masing warga masyarakat, satu terhadap yang lain.

Ketergantungan seorang bayi paradigmanya adalah "Engkau" (engkau merawatku, kalau ada yang salah, itu salahmu), sedangkan pada kemandirian remaja adalah "Aku" (ini pilihanku, aku akan mengerjakannya sendiri). Dan dalam tahap saling tergantung, orang dewasa adalah "Kita" (kita bisa bekerja sama, sebaiknya kita bersatu)

Dalam proses kematangan seseorang dari tahap ketergantungan (dependent) menjadi kemandirian (independent) dan kemudian saling tergantung (interdependent) ada kebiasaan-kebiasaan yang perlu dikuasai supaya seseorang bisa menjadi sangat efektif.

Stephen Covey menyatakan bahwa adanya 7 kebiasaan yang perlu dimiliki. 3 diantaranya berkaitan dengan penguasaan diri, yaitu:

A. Ketergantungan / Dependent (Private victory)

1. Be Proactive (Jadilah pro-aktif)

2. Begin With The End in Mind

    (Merujuk pada tujuan akhir)

3. Put First Thing First

   (Dahulukan yang utama)

 

Kalau kita dapat menguasai ketiga kebiasaan ini, maka kita akan mengalami apa yang disebut "Private Victory" (Kemenangan Pribadi) dan kita boleh dikatakan telah mencapai tahap kemandirian (independent).

Setelah mandiri ini, kita dapat meraih "Public Victory" (kemenangan publik) dengan menguasai 3 kebiasaan selanjutnya, yaitu

B. Kemandirian / Independent (Public victory)

4. Think Win-Win (Berpikir menang-menang)

5. Seek First to Understand then to be Understood

   (Berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti)

6. Synergize  (Wujudkan sinergi)

 

Proses ini tidak bisa dibalik, sebagaimana kita tidak mungkin panen sebelum menanam. Jadi prosesnya berlangsung dari dalam keluar (inside out), yaitu memulai dari diri sendiri (Ibda bin nafsi - Rasulullah SAW) baru dengan orang lain.

Dan kemudian kebiasaan terakhir

C. Saling tergantung / Interpendent

7. Sharpen the Saw (asahlah gergaji)

Sharpen the Saw  adalah kebisaan untuk selalu melakukan pengembangan diri.

Agar lebih paham mengenai 7 kebiasaan efektif tersebut, mari kita bahas lebih detail.

 

KEBIASAAN 1 : BE PROACTIVE

Bersikap proaktif tidak hanya berarti mengambil inisiatif tetapi juga bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. Seseorang yang proaktif mempunya kebiasaan memilih sendiri keputusan-keputusannya dan bertanggung jawab akan akibat dari keputusannya itu.

Sedangkan orang yang reaktif (kebalikan dari proaktif) sikapnya berdasarkan kondisi atau sikap orang lain dan karena itu tidak bertanggung jawab dan cenderung menyalahkan orang lain.

Contoh pernyataan orang proaktif sbb:

Apa pilihan yang ada?

Apa yang dapat diperbaiki?

Saya menguasai emosiku

Saya mau atau tidak mau

Saya suka atau tidak suka

Saya hendak dan merencanakan

 

Sedangkan contoh pernyataan orang reaktif sbb:

Saya tidak bisa berbuat apa-apa

Begitulah sifat saya

Dia sih yang bikin aku marah

Saya tidak bisa

Saya terpaksa

Seandainya saja                     

 

KEBIASAAAN 2 : BEGIN WITH THE END IN MIND

Ini adalah kebiasaan kepemimpinan diri (personal leaderhip) yaitu memulai suatu kegiatan dengan suatu kejelasan tentang apa hasil yang ingin dicapai. Segala sesuatu diciptakan dua kali. Produk apa pun yang dihasilkan pada mulanya telah ada sebagai konsep, baru kemudian secara fisik.

Misalnya : membangun rumah, selalu ada rancangannya terlebih dahulu.

Kepemimpinan adalah “ciptaan pertama”, yaitu “doing the right things“.

Manajemen adalah “ciptaan kedua”, yaitu “doing things right“.

 

KEBIASAAN 3:  PUT FIRST THING FIRST                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  

Ini adalah kebiasaan mengelola prioritas. Kita harus bisa membedakan apa yang penting (important) dan apa yang mendesak (urgent). Hal-hal yang mendesak selalu “menyerang” kita, dan biasanya kita bereaksi terhadapnya; waktu kita banyak yang habis untuk mengurusi hal-hal yang mendesak ini, dan seringkali melupakan hal-hal yang justru penting.

Orang-orang yang sangat efektif pandai menggunakan waktunya untuk mengelola hal-hal yang penting, dan sikapnya yang proaktif akan mengurangi timbulnya hal-hal yang mendesak.

Kalau ketiga kebiasaan ini bisa kita kuasai maka kita bisa dikatakan mandiri, dan kini siap memasuki kehidupan yang saling tergantung atau interdependent. Agar kita bisa sangat efektif dalam hidup yang saling tergantung, kita perlu memiliki kebiasaan-kebiasaan selanjutnya.

 

KEBIASAAN 4 : THINK WIN-WIN

Menang-menang adalah suatu sikap mental untuk mencari keuntungan bersama. Pada dasarnya ada enam paradigma interaksi manusia; empat di antaranya adalah:

Menang/Kalah. Semboyannya “Kalau Anda menang, saya pasti kalah; jadi saya harus menang,  dan Andalah yang kalah” (contoh: kepemimpinan yang otoriter). Segala sesuatu menjadi persaingan dan setiap kemenangan harus menyebabkan kekalahan pihak lain.

Kalah/Menang adalah mentalitas orang kalah yang selalu tunduk pada keinginan pihak lain. “Apa sajalah, asal tetap damai”. Ini lebih buruk daripada sikap Menang/Kalah karena sama  sekali tidak mempunyai pendirian atau keberanian untuk menyatakan keyakinannya. Yang ada hanya mengalah terus-menerus.

Kalah/Kalah adalah hasil jika dua orang keras kepala, egois dan bersikap mau menang sendiri bertemu. Ini dapat berubah menjadi obsesi permusuhan yang dapat mendorong terjadinya peperangan. Orang dikuasai oleh dorongan untuk mengalahkan pihak lain, bahkan tanpa peduli  akan kerugiannya sendiri.

Menang/Menang adalah falsafah yang dianjurkan Stephen Covey bagi hubungan antara manusia. Yaitu, mencari terus menerus akan manfaat timbal balik dalam setiap interaksi.      

Dengan menganut paradigma ini, seseorang tidak akan bahagia kalau pihak lainnya tidak bahagia juga. Hidup ini dipandang sebagai kerjasama bukan sebagai permusuhan. Orang yang efektif berprinsip menang-menang dalam tindakannya dan kesepakatannya.

Mentalitas menang-menang ini baru bisa dilakukan kalau kita punya “abundance mentality”, yaitu pemikiran bahwa segala sesuatunya itu berkelebihan sehingga tidak perlu kita mematikan orang lain untuk mendapatkan keuntungan.

Orang yang mempunyai sikap menang-kalah didasari oleh “scarcity mentality”, seakan-akan segala sesuatunya itu terbatas sehingga harus  diperebutkan, bilamana perlu dengan mengalahkan pihak lain.

KEBIASAAN 5 : SEEK FIRST TO UNDERSTAND THEN TO BE UNDERSTOOD

Inilah kebiasaan berkomunikasi secara efektif. Para dokter menganalisa penyakit pasiennya sebelum memberi resep. Seorang top salesman akan mempelajari kebutuhan pelanggannya terlebih dahulu sebelum menawarkan produk atau jasanya.

We see the world as we are, not as it is. Kita melihat dunia dari kacamata kita bukan sebagaimana adanya. Persepsi kita dibentuk oleh pengalaman-pengalaman kita, dan seringkali hal ini membatasi kita. Tantangan untuk memecahkan perbedaan pendapat adalah   dengan mencoba mengerti sudut pandang atau paradigma orang lain terlebih dahulu.

Kalau kita bisa mengerti secara penuh seseorang, maka ia akan menurunkan tembok pembatasnya.

Memaksakan kehendak kita secara emosional tidak akan produktif malahan sebaliknya: counterproductive.

 

KEBIASAAN 6 : SYNERGIZE

Ini adalah kebiasaan untuk mewujudkan kerja sama dan mencari alternatif-alternatif baru yang jauh lebih besar.

Sinergi berarti 1 + 1 > 2. Sinergi adalah hasil dari menciptakan suasana di mana orang-orang yang berbeda dapat saling memberi sumbangannya berdasarkan kekuatan masing-masing sehingga hasilnya akan lebih besar dibandingkan bila dikerjakan sendiri-sendiri.

Sinergi adalah pendekatan yang paling efektif untuk memecahkan persoalan daripada sikap yang apatis (asal damai saja) ataupun konfrontasi (tidak mau kalah).

 

KEBIASAAN 7 : SHARPEN THE SAW

Ini adalah kebiasaan untuk perbaikan diri. Istilah ini berasal dari kisah dua orang tukang kayu. Yang satu terus menggergaji dan merasa terlalu sibuk untuk berhenti sebentar. Yang lain berhenti sesekali untuk mengasah gergajinya. Justru yang kedua ini hasilnya lebih banyak dan lebih baik.

Seorang yang efektif akan melakukan kebiasaan-kebiasaan untuk mengembangkan pertumbuhan pengetahuan, mental, spiritual maupun ketahanan fisiknya, karena menyadari bahwa dengan pengembangan diri itu dia bisa lebih produktif dan efektif dan tidak “habis-habisan”.

No comments:

Post a Comment

Mengetahui Kapan Harus Pergi

Pentingnya Melepaskan di Waktu yang Tepat Dalam hidup, ada momen-momen di mana kita harus berani mengambil keputusan untuk pergi. Baik itu d...