SEVEN HABITS (TO BE MORE EFFECTIVE PEOPLE)
Teori SEVEN
HABITS To Be More Effective People merupakan buah pikiran dari Stephen
Covey dalam bukunya yang berjudul sama "The
7 Habits of Highly Effective People".
Stephen R. Covey merangkum 7 kebiasaan manusia yang
sangat efektif, dimana kebiasaan merupakan faktor yang kuat dalam hidup kita.
Karena kebiasaan tersebut secara konsisten dilakukan
setiap hari dan menjadi sebuah pola yang kita sadari atau tidak kita sadari
sehingga mengekspresikan karakter kita dan ujungnya dalah menghasilkan
efektifitas atau ketidak-efektifan kita sendiri.
Pemikiran
- Tindakan - Kebiasan (plus Paradigma) - Watak - Nasib
Berdasarkan aliran sederhana diatas, bahwa
kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan lakukan setiap hari merupakan akumulasi
dari pemikiran dan tindakan kita sebelumnya.
Dan kebiasaan-kebiasaan yang menjadi pola harian kita
nantinya akan menghasilkan watak serta nasib kita di kemudian hari. Jika
kebiasaan yang kita lakukan adalah kebiasaan yang efektif maka watak kita
menjadi baik serta nasib kita juga akan mujur.
Begitu pula sebaliknya.
Yang membedakan orang-orang yang sangat efektif dengan
orang yang tidak produktif adalah bukan pada apa yang mereka miliki, tetapi
pada kebiasaan-kebiasaannya. Watak seseorang terbentuk dari
kebiasaan-kebiasaannya. Di alam bawah sadar, kebiasaan-kebiasaan itu membentuk
dan mengubah watak seseorang. Dan ternyata kebiasaan-kebiasaan itu bisa diubah,
asal kita mau walaupun membutuhkan waktu.
Taburlah
pemikiran, maka Anda akan menuai tindakan.
Taburlah
tindakan, maka Anda akan menuai kebiasaan.
Taburlah
kebiasaan, maka Anda akan menuai watak.
Taburlah
watak, maka Anda akan menuai nasib Anda.
Kebiasaan itu sendiri terjadi karena adanya paradigma.
Yang dimaksud paradigma adalah sudut pandang atau kerangka yang terbentuk oleh
pengalaman hidup, pendidikan maupun latar belakang kita.
Jika kebiasaan kita sebelumnya belum mencerminkan
kebiasaan yang efektif, maka untuk itu perlu dilakukan perubahan paradigma
untuk melakukan perubahan kebiasaan kita.
Paradigma inilah yang menentukan bagaimana kita
memandang dan mengartikan dunia ini, dan dengan demikian menentukan bagaimana
kita bereaksi dan bersikap terhadapnya. Sebagai contoh mula-mula astronom
Mesir, Ptolemy mengatakan bahwa bumi adalah pusat jagat raya. Tapi kemudian Copernicus
menyebabkan perubahan paradigma, ketika dia membuktikan bahwa sebenarnya
mataharilah pusat dari jagad raya.
Pengertian akan konsep paradigma ini membuat orang
belajar mengerti bagaimana orang lain memandang persoalan yang sama dengan
kacamata yang berbeda. Pengertian tentang paradigma ini juga dapat
menghindarkan orang dari sikap merasa dirinya sebagai korban lingkungan atau orang
lain, sehingga seringkali melakukan "blaming
others" (menyalahkan orang lain), karena menganggap dunialah yang
salah kalau sesuatu itu tidak sesuai dengan harapannya.
Selanjutnya Stephen Covey menjelaskan bahwa di dunia
ini ada hukum alam untuk kematangan. Seorang bayi berkembang dari
ketergantungan pada orang tuanya menjadi mandiri sebelum akhirnya mencapai
kamatangan pemahaman akan saling ketergantungan dengan orang lain di
sekitarnya. Ekosistem alam tercermin dalam ketergantungan kolektif dari
masing-masing warga masyarakat, satu terhadap yang lain.
Ketergantungan seorang bayi paradigmanya adalah
"Engkau" (engkau merawatku, kalau ada yang salah, itu salahmu),
sedangkan pada kemandirian remaja adalah "Aku" (ini pilihanku, aku
akan mengerjakannya sendiri). Dan dalam tahap saling tergantung, orang dewasa
adalah "Kita" (kita bisa bekerja sama, sebaiknya kita bersatu)
Dalam proses kematangan seseorang dari tahap
ketergantungan (dependent) menjadi
kemandirian (independent) dan
kemudian saling tergantung (interdependent)
ada kebiasaan-kebiasaan yang perlu dikuasai supaya seseorang bisa menjadi
sangat efektif.
Stephen Covey menyatakan bahwa adanya 7 kebiasaan yang
perlu dimiliki. 3 diantaranya berkaitan dengan penguasaan diri, yaitu:
A. Ketergantungan / Dependent (Private victory)
1.
Be Proactive (Jadilah pro-aktif)
2.
Begin With The End in Mind
(Merujuk pada tujuan akhir)
3.
Put First Thing First
(Dahulukan yang utama)
Kalau kita dapat menguasai ketiga kebiasaan ini, maka
kita akan mengalami apa yang disebut "Private
Victory" (Kemenangan Pribadi) dan kita boleh dikatakan telah mencapai
tahap kemandirian (independent).
Setelah mandiri ini, kita dapat meraih "Public Victory" (kemenangan
publik) dengan menguasai 3 kebiasaan selanjutnya, yaitu
B. Kemandirian / Independent (Public victory)
4.
Think Win-Win (Berpikir
menang-menang)
5.
Seek First to Understand then to be
Understood
(Berusaha mengerti terlebih dahulu, baru
dimengerti)
6. Synergize (Wujudkan sinergi)
Proses ini tidak bisa dibalik, sebagaimana kita tidak
mungkin panen sebelum menanam. Jadi prosesnya berlangsung dari dalam keluar (inside out), yaitu memulai dari diri
sendiri (Ibda bin nafsi - Rasulullah SAW) baru dengan orang lain.
Dan kemudian kebiasaan terakhir
C. Saling tergantung / Interpendent
7. Sharpen
the Saw (asahlah gergaji)
Sharpen the Saw adalah kebisaan untuk selalu melakukan
pengembangan diri.
Agar lebih paham mengenai 7 kebiasaan efektif tersebut,
mari kita bahas lebih detail.
KEBIASAAN 1 : BE PROACTIVE
Bersikap proaktif tidak hanya berarti mengambil
inisiatif tetapi juga bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. Seseorang
yang proaktif mempunya kebiasaan memilih sendiri keputusan-keputusannya dan
bertanggung jawab akan akibat dari keputusannya itu.
Sedangkan orang yang reaktif (kebalikan dari proaktif)
sikapnya berdasarkan kondisi atau sikap orang lain dan karena itu tidak
bertanggung jawab dan cenderung menyalahkan orang lain.
Contoh pernyataan orang proaktif sbb:
Apa
pilihan yang ada?
Apa
yang dapat diperbaiki?
Saya
menguasai emosiku
Saya
mau atau tidak mau
Saya
suka atau tidak suka
Saya
hendak dan merencanakan
Sedangkan contoh pernyataan orang reaktif sbb:
Saya
tidak bisa berbuat apa-apa
Begitulah
sifat saya
Dia
sih yang bikin aku marah
Saya
tidak bisa
Saya
terpaksa
Seandainya saja
KEBIASAAAN 2 : BEGIN WITH THE END IN MIND
Ini adalah kebiasaan kepemimpinan diri (personal leaderhip) yaitu memulai suatu
kegiatan dengan suatu kejelasan tentang apa hasil yang ingin dicapai. Segala
sesuatu diciptakan dua kali. Produk apa pun yang dihasilkan pada mulanya telah
ada sebagai konsep, baru kemudian secara fisik.
Misalnya : membangun rumah, selalu ada rancangannya
terlebih dahulu.
Kepemimpinan adalah “ciptaan pertama”, yaitu “doing the right things“.
Manajemen adalah “ciptaan kedua”, yaitu “doing things right“.
KEBIASAAN 3: PUT
FIRST THING FIRST
Ini adalah kebiasaan mengelola prioritas. Kita harus
bisa membedakan apa yang penting (important)
dan apa yang mendesak (urgent).
Hal-hal yang mendesak selalu “menyerang” kita, dan biasanya kita bereaksi
terhadapnya; waktu kita banyak yang habis untuk mengurusi hal-hal yang mendesak
ini, dan seringkali melupakan hal-hal yang justru penting.
Orang-orang yang sangat efektif pandai menggunakan
waktunya untuk mengelola hal-hal yang penting, dan sikapnya yang proaktif akan
mengurangi timbulnya hal-hal yang mendesak.
Kalau ketiga kebiasaan ini bisa kita kuasai maka kita
bisa dikatakan mandiri, dan kini siap memasuki kehidupan yang saling tergantung
atau interdependent. Agar kita bisa
sangat efektif dalam hidup yang saling tergantung, kita perlu memiliki
kebiasaan-kebiasaan selanjutnya.
KEBIASAAN 4 : THINK WIN-WIN
Menang-menang adalah suatu sikap mental untuk mencari
keuntungan bersama. Pada dasarnya ada enam paradigma interaksi manusia; empat
di antaranya adalah:
Menang/Kalah.
Semboyannya “Kalau Anda menang, saya pasti kalah; jadi saya harus menang, dan Andalah yang kalah” (contoh: kepemimpinan
yang otoriter). Segala sesuatu menjadi persaingan dan setiap kemenangan harus
menyebabkan kekalahan pihak lain.
Kalah/Menang
adalah mentalitas orang kalah yang selalu tunduk pada keinginan pihak lain.
“Apa sajalah, asal tetap damai”. Ini lebih buruk daripada sikap Menang/Kalah
karena sama sekali tidak mempunyai
pendirian atau keberanian untuk menyatakan keyakinannya. Yang ada hanya mengalah
terus-menerus.
Kalah/Kalah
adalah hasil jika dua orang keras kepala, egois dan bersikap mau menang sendiri
bertemu. Ini dapat berubah menjadi obsesi permusuhan yang dapat mendorong
terjadinya peperangan. Orang dikuasai oleh dorongan untuk mengalahkan pihak
lain, bahkan tanpa peduli akan kerugiannya
sendiri.
Menang/Menang
adalah falsafah yang dianjurkan Stephen Covey bagi hubungan antara manusia.
Yaitu, mencari terus menerus akan manfaat timbal balik dalam setiap
interaksi.
Dengan menganut paradigma ini, seseorang tidak akan
bahagia kalau pihak lainnya tidak bahagia juga. Hidup ini dipandang sebagai
kerjasama bukan sebagai permusuhan. Orang yang efektif berprinsip menang-menang
dalam tindakannya dan kesepakatannya.
Mentalitas menang-menang ini baru bisa dilakukan kalau
kita punya “abundance mentality”,
yaitu pemikiran bahwa segala sesuatunya itu berkelebihan sehingga tidak perlu
kita mematikan orang lain untuk mendapatkan keuntungan.
Orang yang mempunyai sikap menang-kalah didasari oleh “scarcity mentality”, seakan-akan segala
sesuatunya itu terbatas sehingga harus
diperebutkan, bilamana perlu dengan mengalahkan pihak lain.
KEBIASAAN 5 : SEEK FIRST TO UNDERSTAND THEN TO BE
UNDERSTOOD
Inilah kebiasaan berkomunikasi secara efektif. Para
dokter menganalisa penyakit pasiennya sebelum memberi resep. Seorang top
salesman akan mempelajari kebutuhan pelanggannya terlebih dahulu sebelum
menawarkan produk atau jasanya.
We see the world as
we are, not as it is. Kita melihat dunia dari kacamata kita
bukan sebagaimana adanya. Persepsi kita dibentuk oleh pengalaman-pengalaman
kita, dan seringkali hal ini membatasi kita. Tantangan untuk memecahkan
perbedaan pendapat adalah dengan
mencoba mengerti sudut pandang atau paradigma orang lain terlebih dahulu.
Kalau kita bisa mengerti secara penuh seseorang, maka
ia akan menurunkan tembok pembatasnya.
Memaksakan kehendak kita secara emosional tidak akan
produktif malahan sebaliknya: counterproductive.
KEBIASAAN 6 : SYNERGIZE
Ini adalah kebiasaan untuk mewujudkan kerja sama dan
mencari alternatif-alternatif baru yang jauh lebih besar.
Sinergi berarti 1 + 1 > 2. Sinergi adalah hasil dari
menciptakan suasana di mana orang-orang yang berbeda dapat saling memberi
sumbangannya berdasarkan kekuatan masing-masing sehingga hasilnya akan lebih
besar dibandingkan bila dikerjakan sendiri-sendiri.
Sinergi adalah pendekatan yang paling efektif untuk
memecahkan persoalan daripada sikap yang apatis (asal damai saja) ataupun
konfrontasi (tidak mau kalah).
KEBIASAAN 7 : SHARPEN THE SAW
Ini adalah kebiasaan untuk perbaikan diri. Istilah ini
berasal dari kisah dua orang tukang kayu. Yang satu terus menggergaji dan
merasa terlalu sibuk untuk berhenti sebentar. Yang lain berhenti sesekali untuk
mengasah gergajinya. Justru yang kedua ini hasilnya lebih banyak dan lebih
baik.
Seorang yang efektif akan melakukan kebiasaan-kebiasaan
untuk mengembangkan pertumbuhan pengetahuan, mental, spiritual maupun ketahanan
fisiknya, karena menyadari bahwa dengan pengembangan diri itu dia bisa lebih
produktif dan efektif dan tidak “habis-habisan”.
No comments:
Post a Comment