Terkadang, ada momen dalam hidup ketika kita duduk sendiri, menatap langit-langit kamar yang diam, lalu muncul sebuah bisikan dari dalam diri: "Ada yang salah denganku..." Rasanya seperti ada ruang kosong di dada yang tak bisa diisi oleh apapun. Tidak oleh tawa teman-teman, tidak oleh notifikasi media sosial, bahkan tidak oleh pencapaian yang dahulu pernah begitu kita dambakan.
Kekosongan ini tidak selalu hadir dalam bentuk kesedihan yang jelas. Kadang justru datang bersama rutinitas yang tampak baik-baik saja. Kita bangun, bekerja, berbicara, tersenyum… tapi tetap merasa seolah ada sesuatu yang hilang. Seolah kita menunggu sesuatu—entah apa—yang bisa menghidupkan kembali bagian dari diri kita yang telah lama diam. Kita mulai bertanya-tanya: “Apakah aku sedang mengalami kekosongan emosional? Ataukah ini cuma kebosanan yang terlalu lama dibiarkan tumbuh?”
Kekosongan dan kebosanan, meski tampak mirip, sebenarnya berbeda. Kekosongan adalah rasa hampa yang dalam, seperti kehilangan arah atau makna. Sementara kebosanan muncul ketika kita kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal di sekitar, meski hidup masih berjalan seperti biasa. Namun, keduanya bisa tumpang tindih dan menciptakan kabut mental yang sulit diurai.
Di era serba cepat seperti sekarang, di mana segalanya bisa didapat hanya dengan sekali klik, kita jadi jarang duduk dan benar-benar mendengar suara hati sendiri. Kita sibuk mengalihkan rasa kosong dengan hiburan cepat saji: scroll media sosial, binge-watching, belanja impulsif, atau sekadar pergi dari satu tempat ke tempat lain, tanpa tahu apa yang sebenarnya sedang kita cari. Dan pada akhirnya, saat semua layar dimatikan, suara kosong itu kembali datang, menghampiri dalam sepi yang menusuk.
Namun, tidak semua kekosongan harus ditakuti. Terkadang, kekosongan itu adalah panggilan untuk menengok ke dalam. Mungkin itu tanda bahwa kita butuh menata ulang hidup kita. Bahwa kita terlalu lama menyesuaikan diri dengan harapan orang lain dan melupakan diri sendiri. Bahwa kita butuh jeda, bukan untuk lari, tapi untuk bertanya: "Apa yang sebenarnya membuatku hidup?"
Dan jika ternyata kita hanya bosan, itu pun bukan hal buruk. Bosan adalah bagian alami dari menjadi manusia. Ia bisa menjadi tanda bahwa kita telah tumbuh, bahwa kita siap mencari tantangan baru atau mendalami sesuatu yang selama ini hanya kita sentuh di permukaan.
Jadi, ketika kamu merasa ada yang salah dengan dirimu—merasa kosong, hampa, atau hanya bosan—cobalah untuk tidak terburu-buru mencari pelarian. Duduklah sebentar bersama perasaan itu. Dengarkan apa yang ingin disampaikan oleh hatimu. Mungkin yang kamu butuhkan bukan pelampiasan, tapi pelukan dari diri sendiri.
Karena pada akhirnya, kita semua pernah merasa kosong. Tapi dari kekosongan itulah, ruang untuk sesuatu yang baru bisa tercipta. Ruang untuk menemukan kembali makna, arah, atau bahkan cinta terhadap hidup yang sempat padam.
Kamu tidak sendiri. Dan kamu tidak rusak. Kamu hanya sedang mencari.
No comments:
Post a Comment