Pages

Saturday, December 16, 2023

Guru Toxic

Seorang guru harusnya mengajar bukan menghajar.

Guru harusnya memotivasi, bukan demotivasi.

Karena guru memegang peranan penting dalam keberhasilan proses pembelajaran. Sehingga guru bukan hanya mengajar, tetapi juga membimbing, serta melatih dan mengevaluasi.

Namun ada beberapa guru yang justru bersikap semena-mena sehingga tidak layak dijadikan panutan, yang dikenal dengan istilah toxic teacher.

‘toxic’ merupakan kata dalam Bahasa Inggris yang berarti ‘racun’ Selain itu, ‘toxic’ juga memiliki makna ‘mengandung atau menjadi bahan beracun yang mematikan’, ‘sangat berbahaya’, ‘sangat menyakitkan’.

Dalam bahasa gaul, ‘toxic’ merujuk pada sifat atau perbuatan yang mengganggu atau merugikan orang lain. Memiliki makna yang negatif, kata ‘toxic’ ini biasanya disematkan pada hubungan antar individu, kelompok, atau komunitas.  

Ciri-ciri toxic teacher cenderung galak, sehingga akan muncul perasaan takut pada siswa ketika berhadapan dengan guru yang terkenal galak di sekolah. 

Hal ini membuat siswa menjadi was-was dan belajar di tengah rasa takut, layaknya sipir penjara.

Ciri berikutnya adalah guru yang suka menghukum siswa secara berlebihan. Padahal seorang guru selain belajar akademis, siswa juga perlu belajar mengenai kehidupan sosial. 

Ada baiknya guru berlaku seimbang, dimana guru menjalankan sistem penghargaan dan pujian. Jika siswa berhasil berprestasi, maka dia berhak menerima pujian. Dan jika melakukan kesalahan maka perlu mendapat hukuman, namun bukan memberi hukuman berlebihan. 

Saat menghukum, toxic teacher sebenarnya hanya ingin melampiaskan emosinya, bukan benar-benar mendidik siswa agar bisa belajar dari kesalahannya. 

Hukuman berlebihan ini bukan hanya tidak efektif, tetapi juga rentan membuat siswa trauma di masa depan. 

Guru toxic ini akan menjadi racun penghancur motivasi anak didik.

Hal-hal yang memicu guru berperilaku toxic di sebuah lembaga diantaranya adalah remunerasi guru yang rendah, ketidakpahaman, perilaku buruk, perilaku otoritatif, beban kerja yang berlebihan, bias gender dikalangan guru, kurangnya pelatihan dalam jabatan, dan budaya di sebuah lembaga. 

Perilaku destruktif pendidik yang secara negatif akan mempengaruhi interaksi antara guru dan siswa sehingga akan menghambat proses belajar siswa dan kesejahteraan psikologisnya di lembaga pendidikan. 

Guru yang hanya melarang dan mengkritik ini dan itu tanpa memberikan solusi terbaik malah akan menjurus ke perundungan. Terkadang kekerasan verbal terjadi pada sikap toxic guru yang satu ini bahkan tanpa disadarinya. 

Guru toxic bukan hanya membuat peserta didik tidak nyaman di kelas, guru lain pun akan merasa terganggu dengan kehadirannya, lebih-lebih kepala sekolah akan mendapatkan kesulitan yang seharusnya tidak ada dalam menata keharmonisan dan kondusifitas tempat kerja guru, yakni sekolah.

Sosok guru sebagai panutan peserta didik seharusnya tidak memiliki kesepuluh ciri di atas. Karena sepuluh ciri di atas sangat tidak bisa diteladani oleh peserta didik.

Guru adalah sosok yang layak digugu dan ditiru kemampuan ilmunya, keterampilannya dan akhlaknya.

Guru harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik. Seorang pendidik atau guru yang ideal harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan siswa, orang tua siswa, dan rekan kerja. Kemampuan ini sangat penting dalam mengajar dan membangun hubungan yang baik dengan semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan.

Terkadang seorang guru mengalami hal-hal yang membuat dirinya merasa tertekan karena banyaknya tuntutan pekerjaan seperti administrasi, tugas tambahan guru yang mengharuskan selesai tepat waktu sesuai deadline yang singkat dan mendadak, belum lagi permasalahan yang dialami murid di kelas dan lingkungan kerja sehingga menjadi pribadi toxic. 

Apabila kesehatan mental seorang guru terganggu, tentu akan menghambat pula terhadap tugas dan tanggung jawabnya di kelas. 

Akhirnya, murid menjadi tidak maksimal dalam belajarnya atau bahkan menjadi dampak emosi yang tak terkendali dari seorang guru yang kesehatan mentalnya terganggu. 

Maka, dalam ini sangat diperlukan guru yang senantiasa menuntun dan membimbing murid untuk mencapai tujuannya, memberikan keteladanan yang baik, memberikan pendidikan yang berpihak pada murid, dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. 

Friday, November 24, 2023

Sang Introvert

Salah satu pengelompokkan tipe kepribadian yang paling populer adalah ekstrovert dan introvert. Teori ini dipopulerkan oleh Carl Jung di akhir dekade 70-an. Carl Jung mengelompokkan orang ke dalam dua tipe berdasarkan tingkah laku sosialnya.

Ekstrovert cenderung sangat suka berinteraksi dan bergaul dengan orang lain, sedangkan introvert adalah tipe orang yang berhati-hati dalam berinteraksi dengan orang lain. 

Introvert adalah tipe orang yang cenderung berhati-hati dan berpikir saat berinteraksi dengan orang lain. Mereka cenderung lebih menutup diri dari kehidupan luar. Orang yang bertipe introvert lebih menyukai tempat sepi dan tenang daripada keramaian. 

Hal-hal yang membahagiakan, bisa datang dari sesuatu yang dinilai simpel bagi sebagian orang, namun ternyata bisa begitu menyenangkan bagi para introvert. Introvert dikenal paling suka menghabiskan waktunya sendiri untuk mengisi energinya, berfokus pada pikiran dan ide sendiri, dan ini memungkinkan nggak ada yang mendistraksi dia.

Para introvert lebih suka kalau kamu ada perlu, maka mengirimkan teks saja alih-alih langsung menelepon. Tapi bukannya anti-telepon sama sekali ya, dikutip dari Psychology Today, sebelum menelepon kamu bisa mengirimkan teks berisi alasan kenapa kamu mesti meneleponnya dulu. Sebab, introvert memerlukan waktu untuk mempersiapkan diri untuk membahas via telepon.

Sebagai seorang introver, kamu mungkin setuju jika menghabiskan waktu sendirian terasa nyaman dan menyenangkan. Namun ternyata di balik kebiasaan ini ada kelebihan tersembunyi yang terkadang nggak kamu sadari. Introver yang cenderung suka menghabiskan waktu sendirian malah membantu mereka untuk menginkubasi kreativitas.

Introvert atau orang yang sifatnya lebih condong ke perasaan serta pikiran dibandingkan bersosialisasi dengan orang lain atau dunia luar sering dipandang sebelah mata bagi sebagian orang.

Itu gak lepas dari kemampuan interaksi mereka yang masih dibawah daripada orang yang berkepribadian ekstrovert atau sebaliknya. Tapi yang perlu dicatat disini adalah mereka bukan berarti anti bersosialisasi. Hanya aja lebih sering berpikir dulu sebelum mengeluarkan kata-kata dari mulut.

Ide-ide gila mendunia anehnya didapat ketika seseorang sedang sendirian. Ketika jiwa seseorang tenang dan sendiri itulah yang memicu ide-ide besar, ikonik, seperti Albert Einstein dan Isaac Newton lakukan.

Mereka lebih cenderung menyendiri, tertutup atau memiliki sifat introvert.

Seorang introvert memiliki kebiasaan menghabiskan waktu lebih banyak untuk mendengarkan daripada berbicara. Nah, sehingga hal tersebut membuat kamu jadi mengerti, sangat mengerti, tentang keadaan orang lain. 

Orang introvert paham apa yang membuat orang lain kesal, sedih, marah atau bahagia karena kita lebih sering mendengarkan detail – detail kecil ketika orang lain bercerita. Mampu mengerti secara lebih baik dalam tentang siapa sebenarnya orang lain dan mengerti apa permasalahannya sehingga bisa membantu orang lain adalah sebuah anugerah bagi seorang introvert.

Saturday, September 2, 2023

Taat Itu Keren

Nakal Tidak Keren, Bukankah Taat Lebih Keren?

Sukma Ayu Imanda, Alumus MAN 2 Banyuwangi.


MASA remaja adalah masa pertengahan antara kanak-kanak dan dewasa. Remaja tidak bisa lagi dikatakan sebagai anak-anak, dan belum pantas jika dikatakan dewasa. Remasa sangat membutuhkan tuntunan dan bimbingan untuk memahami diri sendiri yang penuh sikap egois, dan rasa keingintahuan yang tinggi.

Menurut WHO, remaja adalah penduduk berusia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, usia remaja 10-18 tahun. Masa remaja kerap dipandang sebagai masa penuh masalah, sulit diatur, dan nakal. Masa remaja adalah masa seseorang sedang mencari pola hidup yang paling sesuai dengan dirinya. Sering dilakukan dengan coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan.

Menurut Dr. Aditya Suryansyah, hal itu umum terjadi karena anak sedang berada pada tahap tidak mengenal identitas diri sendiri. Anak akan mulai mencoba hal baru dalam hidupnya.

Adanya anggapan di kalangan remaja, bahwa remaja tidak keren bila tidak berani nakal. Itu membuat mereka cenderung tertantang untuk mencoba bersikap nakal. Contohnya sering melanggar aturan sekolah, merokok, bertengkar, tawuran, balap liar, mabuk, tidak menjaga batasan dengan lawan jenis, hingga berani melawan orang tua dan guru, serta banyak lagi kenakalan lainnya.

Sebagian remaja merasa hebat dan keren jika mendapat predikat paling nakal dibanding dengan anak lain. Pemikiran nakal itu keren itu perlu diubah. Karena pemikiran semacam ini akan berakibat buruk pada perilaku remaja. Bahkan, tidak sedikit dari mereka para remaja mengabaikan peringatan orang tua, dan melanggar aturan agamanya karena memiliki pemikiran bahwa dirinya tidak keren jika tidak nakal.

Agama yang seharusnya menjadi pegangan terkuat dalam bersikap, malah banyak diabaikan oleh para remaja. Mereka cenderung tidak menganggap penting taat terhadap aturan agama. Taat aturan agama dianggap merepotkan dan terlalu membatasi setiap tindakan yang mereka lakukan. Padahal, taat terhadap aturan agama akan berdampak baik bagi diri remaja. Terutama pembentukan akhlak, serta agama yang mengajarkan arti dan tujuan hidup.

Jika dibandingkan, bukankah sebenarnya remaja yang taat dengan agamanya terlihat lebih keren dibanding dengan remaja nakal yang berbuat semaunya tanpa berpikir. Mereka mampu mengendalikan diri untuk tidak berbuat hal yang buruk dan dapat merugikan diri dan orang lain. Mereka juga mampu menahan diri dari perbuatan yang dilarang agama. Serta selalu membiasakan diri untuk taat beribadah. Padahal pada masa itu remaja mempunyai kontrol diri yang lemah.

Banyak keutamaan bagi remaja yang taat beribadah. Salah satunya, kelak di akhirat pemuda taat yang menghabiskan masa muda dengan beribadah, akan mendapatkan naungan di Padang Mahsyar. Seperti dijelaskan pada salah satu hadis:

"Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda: Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada rabbnya, seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena menangis."  (HR. al-Bukhari (no. 1357) dan Muslim (no. 1031).

Sesuai dengan hadis tersebut, bukankah sayang sekali jika kita menghabiskan masa muda hanya untuk berbuat kenakalan. Remaja mempunyai peran penting dalam menentukan masa depan agama dan bangsa. Oleh karena itu, remaja harus diarahkan dan dipersiapkan sebaik-baiknya untuk meneruskan cita-cita pembangunan bangsa dan negara. Baik mental maupun spiritual.

Sebenarnya, kenakalan pada remaja dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya yaitu pemahaman dasar-dasar agama yang kurang. Juga kurangnya kasih sayang dari orang tua. Selanjutnya kurang pengawasan orang tua. Dampak pergaulan dengan teman yang tidak sebaya. Peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif, serta pemberian kebebasan yang berlebihan dari orang tua. Masalah yang dipendam sendiri tanpa seseorang yang menjadi tempat berkeluh kesah juga menyebabkan kenakalan.

Dalam penanganan masalah kenakalan remaja, penanaman nilai agama sangat penting. Pendidikan agama sejak dini dari keluarga, terutama orang tua akan sangat berpengaruh. Karena keluarga merupakan lingkungan awal pembentukan akhlak remaja. Maka pembinaan moral harus dimulai dari orang tua melalui pemberian teladan yang baik yang mengarah kepada perbuatan positif.

Orang tua seharusnya berusaha menciptakan suasana keluarga harmonis. Karena yang diperoleh anak dalam keluarga akan dibawa ke lingkungan masyarakat. Pemberian pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang juga perlu dilakukan. Contohnya orang tua boleh membiarkan anak melakukan apa saja, asal masih dalam batas wajar. Apabila anak telah melewati batas sewajarnya, maka orang tua perlu memberi tahu dampak dan akibat yang harus ditanggung.

Dalam masalah ibadah, tentu saja perlu ada pemaksaan. Sebagaimana disebutkan dalam hadis : "Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (apabila mereka menolak) pada saat mereka berumur sepuluh tahun." (HR. Abu Dawud).

Ungkapan ini perlu dimaknai dengan bijak, karena makna ‘pukullah’ di sini tentu bukan melakukan hukuman kepada anak dengan kekerasan fisik. Tetapi orang tua harus menunjukkan konsekuensi yang sangat tegas, saat anak menolak untuk melaksanakan salat.

Penekanan pendidikan agama dan pendidikan moral di sekolah juga akan berpengaruh positif terhadap sikap remaja. Tak dapat dipungkiri, anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Jika mereka mendapatkan pendidikan agama dengan baik di sekolah, pasti akan berpengaruh positif terhadap remaja. Pendidikan agama bagi seorang remaja dapat membimbing, mengendalikan, dan memberi batasan atas segala tingkah laku remaja. Agama dapat mengendalikan dan mengarahkan remaja ke jalan yang baik, dan dapat menenteramkan jiwa remaja yang sering terguncang.

Remaja yang taat dalam beragama tidak mudah terjerumus pada hal yang tidak baik, lebih terarah hidupnya, dan lebih terjaga kesehatan jiwanya. Kesehatan jiwa remaja yang baik adalah kondisi di mana remaja secara batin dalam keadaan tenang dan bijak dalam bersikap.

Akhirnya, remaja yang memiliki kesadaran dalam pelaksanaan ajaran agama, akan menjalankan perbuatan yang diperintahkan oleh agama, dan menghindari perbuatan yang dilarang.

Sementara itu, remaja nakal yang menganggap dirinya keren, sebenarnya hanya akan merugikan diri sendiri. Masa depan yang tidak jelas. Mendapat citra yang buruk di masyarakat, serta menimbulkan kekecewaan orang tua.


Sumber :

https://radarbanyuwangi.jawapos.com/refleksi/75912747/nakal-tidak-keren-bukankah-taat-lebih-keren

Friday, September 1, 2023

Pena lebih Tajam daripada Pedang

"Pena lebih tajam daripada pedang" (bahasa Inggris: The pen is mightier than the sword adalah pepatah metonimik yang pertama kali diungkapkan oleh penulis Britania Raya Edward Bulwer-Lytton pada tahun 1839, pepatah ini menunjukkan bahwa kata-kata tertulis (merujuk pada pena) adalah alat yang lebih efektif untuk berkomunikasi daripada menggunakan kekerasan. Dalam beberapa interpretasi, komunikasi tertulis dapat merujuk pada kekuasaan administratif atau media berita independen. Peribahasa ini dalam bahasa Indonesia juga dimaknai sebagai sebuah nasihat untuk selalu hati-hati dalam dalam berkata-kata.

Ungkapan ini pertama ditulis oleh penulis Inggris Edward Bulwer-Lytton pada tahun 1839 dalam dramanya Richelieu; Atau Konspirasi.

  • True, This! —
  • Beneath the rule of men entirely great
  • The pen is mightier than the sword. Behold
  • The arch-enchanters wand! — itself is nothing! —
  • But taking sorcery from the master-hand
  • To paralyse the Cæsars, and to strike
  • The loud earth breathless! — Take away the sword —
  • States can be saved without it!


Tutur bijak mengatakan bahasa dan kata-kata adalah senjata bagi seorang wartawan untuk mengungkap teka-teki yang terbukam hingga menuai jawaban pasti.

Ada sebuah perumpamaan yang menginspirasi. "Biar peluru menembus kulit, dan meradang menerjang luka, bisa berlari hingga hilang pedih dan perih. Jika sebuah pedang hanya dapat menusuk satu orang berbeda dengan kata atau bahasa bentuk kalimat dapat membunuh atau dirasakan ratusan bahkan ribuan orang dengan lebih kejam," demikian tutur bijak.

Senjata tidak lagi digunakan sebagai penjaga rakyat, karena kejujuran dan keadilanlah yang harus menjaganya. Sejarah selalu membuktikan bahwa revolusi pena selalu membawa dampak yang lebih baik.

Kalau saya analogikan, pena seorang wartawan itu lebih tajam dibanding peluru. Karena 1 peluru itu hanya mengenai 1 musuh, tetapi kalau wartawan satu tulisan tinta pena sasarannya bisa jutaan manusia.

Jadi begitu luas dampak yang diberikan oleh seorang jurnalis atau wartawan. Bagaimana dia bekerja menulis sesuatu akan berdampak luas.

Jika mengutip dari berbagai sumber refrensi. Napoleon Bonaparte yang pernah berkuasa di Francis pada abad ke -- 18, pernah mengeluarkan pendapatnya mengenai wartawan ketika dirinya terus dirongrong oleh jurnalis atas kebijakannya saat itu.

"Pena - wartawan lebih tajam daripada sebilah pedang karena itu saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet," tutur Napoleon Bonaparte kala itu.

Dari  ungkapan tersebut jelas betapa jurnalis atau wartawan memiliki kekuatan yang luar biasa sehingga seorang Napoleon yang sangat berkuasa begitu ketakutan dengan tajamnya kata dan kalimat wartawan saat itu.

Masa kini ketajaman pena wartawan terus menjadi momok bagi sebagian orang apalagi mereka yang sedang berkuasa dan tidak mau dikritik atas kebijakannya. Jurnalis sendiri memiliki beberapa fungsi seperti melakukan edukasi, menghibur, mempengaruhi pendapat masyarakat sekaligus sebagai kontrol sosial bagi para penguasa termasuk masyarakat umum.

Sejak kelahirannya, eksistensi pers/jurnalis selalu diuji. Ini bukan hanya soal keberlanjutannya, melainkan juga soal perannya. Peran kontrol sosial membawa konsekuensi soal independensi. Pers tidak boleh berpihak, kecuali pada kebenaran.

Maka wajar jika pers menjadi pengkritik keras segala isu. Namun, perkembangan pers menunjukkan mudahnya kritisme berubah menjadi pemberitaan negatif, bahkan sensasional. Akibatnya, adagium terkenal dari industri pers ialah bad news is good news atau bad news sells.

Meski tugas berat sebagai jurnalis untuk menerima tantangan di lapangan karena berbagai problem dihadapi. Yakinlah ketika sensor berkuasa, ketika kekuasaan menindas akal sehat, maka jurnalisme harus melawan.

Karena tugasnya Jurnalis yang sangat mulia membuat para pembacanya bisa menjadi saksi sejarah, karya fiksi memberi kesempatan kepada pembacanya untuk menghidupkannya.

Saya teringat pada catatan pendek Gilbert Keith Chesterton seorang Penulis dari Inggris (1874-1936) pernah mengungkapkan bahwa tugas wartawan menjalankan peliputan serta menulis itu berat karena mengungkap  hal fiksi menjadi fakta.

"Jurnalis itu populer, tetapi populer terutama sebagai fiksi. Hidup adalah satu dunia, dan kehidupan yang terlihat di koran adalah dunia lain," katanya.

Sedangkan, Alvin Toffler seorang Penulis dan Futurolog Amerika dikutip tulisan pendeknya mengatakan buta aksara itu bukan milik mereka yang tak bisa membaca dan menulis, melainkan bagi mereka yang tidak ingin belajar.

"Buta huruf tentang masa depan bukan bagi mereka yang tidak bisa membaca atau menulis. Tapi mereka yang tidak bisa belajar, meninggalkan belajar, dan mengulangnya," femikian kutipan ucapan Alvin Toffler dalam catatan pendek.

Meski sekarang banyak peresepsi soal jurnalis terkait pemberitaan. Namun, jangan pernah merasa turun pamor atau naik gengsi dengan menjadi seorang wartawan, untuk terus menjalankan profesi tersebut.

Menjadi seorang wartawan bukanlah hal yang mudah karena dibutuhkan passion yang hebat dalam hal kesungguhan menggali informasi. Ketika seorang jurnalis sudah turun lapangan maka di situlah dia berjuang dengan segenap upaya untuk mendapatkan informasi yang berharga di tengah masyarakat.

Bertepan hari Pers 9 Februari 2022. Sejak kelahirannya, eksistensi pers selalu diuji. Ini bukan hanya soal keberlanjutannya, melainkan juga soal perannya. Peran kontrol sosial membawa konsekuensi soal independensi. Pers tidak boleh berpihak, kecuali pada kebenaran. Maka wajar jika pers menjadi pengkritik keras segala isu.

Eksistensi jurnalis belakangan ini mendongkrak kemajuan. Goresan tulisan dan peryanyaan menggelitik dirasakan seperti tembakan peluru.

Misalnya, pengakuan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengaku bahwa dirinya lebih takut jika ditodong pertanyaan oleh wartawan ketimbang ditodong senjata api.

Pengakuan tersebut disampaikan mantan Panglima TNI itu dalam peringatan webinar peringatan Hari Pers Nasional 2021 lalu yang digelar secara virtual, Minggu (7/2/2021).

"Tiga bulan awal saya di KSP itu jujur keringat saya cukup banyak, waktu itu saya tidak takut ditodong apalagi ditodong senjata, saya tidak takut, tetapi todongan-todongan wartawan ini lebih cepat, lebih tajam," kata Moeldoko.

Perjuangan seorang jurnalis akan terasa sangat berat ketika menghadapi perlawanan karena pekerjaan tidak mudah dan juga tidak menyenangkan.

Dari perpustakaan buku-buku di zaman kita, ragamnya begitu banyak, dan mereka mengikuti begitu cepat dari jurnalis sehingga orang harus menjadi pembaca yang cepat untuk memperkenalkan dirinya bahkan dengan judul-judulnya.

Perkembangan saat ini. Walau seorang jurnalis bukanlah profesi yang bisa membuat seseorang kaya dalam waktu instan, profesi inilah yang berkontribusi besar dalam kemajuan demokrasi suatu negara.

Tugasnya memang mengungkap fakta dan mengoreksi. Tapi mengkritiklah dengan membangun menggunakan solusi bukan semata karena sensi. Lakukan hal terbaik sebagai jurnalis. Yang terpenting seorang jurnalis harus berlaku independen dan terbebas dari belenggu cengkraman kekuasaan baik itu yang berasal dari pemerintah ataupun swasta.

Wartawan, atau jurnalis adalah profesi yang melakukan aktivitas jurnalistik yang menghasilkan berita baik dalam bentuk tulisan, video atau audio yang dikirimkan ke media massa. Profesi ini biasanya turun langsung ke lapangan untuk mendapatkan data yang dicari kemudian melaporkannya kepada lembaga pers.

Dengan bahasa yang kian menggelitik, penuh bumbu-bumbu yang menggoda pembaca tentu menjadi instrumen bahwa bahasa itu ibarat senjata dan kata adalah peluruh. Jika menembak seseorang dengan pemberitaan akan membuat gemetar hingga korban.

Selain dilindungi oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.  Oleh sebab itu setiap wartawan dituntut tetap memegang kode etik.

Menjadi wartawan juga tidak gampang. Pertanggungjawabannya dunia akhirat. Selain itu, guna meningkatkan profesionalitas wartawan maka diharuskan setiap wartawan mengikuti Ujian Kompetensi Wartawan (UKW).

Setiap orang yang dirugikan akibat pemberitaan diberikan hak jawab yaitu hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Hak jawab digunakan ketika pemberitaan di media, baik media cetak, media siber, maupun media elektronik, bertolak belakang dengan fakta yang terjadi dan mencemarkan nama baik seseorang atau sekelompok orang.

Ketika hak jawab diberikan pers memiliki hak koreksi yakni hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh wartawan, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Mengutip tulisan di berbagai opini. Peran jurnalis selalu diuji. Dengan kata lain, kabar buruk lebih menjual jika dibandingkan dengan kabar baik. Meski telah mampu menghidupkan industri, candu pemberitaan negatif juga menjadi bumerang.

Sudah beberapa dekade ini timbul apatisme masyarakat global akibat kejengahan akan berita-berita muram itu. Hasilnya, media arus utama yang mulai ditinggalkan.

Bagaimanakah wujud kontrol sosial itu dalam kegentingan dunia saat ini? Pertanyaan itu tidak berlebihan. Sebab, tanggung jawab pers sebenarnya tidak lebih ringan dari mereka yang berada di garda terdepan.

Tidak heran, paham jurnalisme konstruktif makin disuarakan keberadaannya. Jurnalisme konstruktif bukan sekadar good news is good news atau sekadar memproduksi lebih banyak berita positif, melainkan jurnalisme yang menciptakan lebih banyak pengetahuan. Dengan kata lain, pers tidak hanya menyuarakan informasi, tetapi juga ikut menginspirasi solusi..


Sumber :

https://www.kompasiana.com/suryadimaswatu/62030c41bb44861fa738d387/pena-lebih-tajam-dari-pedang-bahasa-itu-senjata-kata-adala-peluru-h?page=all#section2

https://id.wikipedia.org/wiki/Pena_lebih_tajam_daripada_pedang


Lidah Lebih Tajam daripada Pedang

PEPATAH “mulutmu harimaumu” atau ungkapan “lidah lebih tajam daripada pedang”, sudah banyak diketahui masyarakat di berbagai belahan dunia. Ucapan pedas dan menyakitkan yang diucapkan seseorang kepada orang lain melalui lisan atau mulut, tentu akan membekas dan tidak mudah hilang. Karena itulah muncul pepatah “mulutmu harimaumu”.

Jika seseorang terluka karena pedang, kemungkinan untuk sembuh bisa saja terjadi; tapi bagi orang yang terkena “lidah yang tajam” akan merasa sakit sepanjang hidupnya. Banyak orang menjaga lisannya agar tidak menjadi “mulutmu harimaumu”, apalagi jika kata-kata atau kalimat nylekit yang diucapkan seseorang, akhirnya menjadi “senjata makan tuan”.  Tapi pepatah dan ungkapan itu, pada zaman now ini, mulai tergeser dari “mulutmu harimaumu” menjadi “jari-jarimu harimaumu”.

Dengan ketukan lembut jari-jari di layar gadget atau papan keyboard komputer, dalam hitungan detik dunia bisa heboh. Masyarakat di suatu negara atau wilayah yang semula hidup tenang, sejahtera, dan bahagia; bisa saja menjadi beringas dan bahkan mengangkat senjata akibat “jari-jarimu harimaumu”. Perang antar-suku, antar-kampung,  antar-agama, antar-negara, dan antar-antar yang lain;  bisa saja meledak seketika, hanya gara-gara suatu tulisan atau berita yang belum tentu kebenarannya.

Kita semua tahu pada zaman serba digital ini, masyarakat dengan mudah memiliki alat komunikasi berupa handphone (HP). Bukan hal yang aneh, saat ini melihat seorang pedagang sayur,  pekerja galian kabel, atau pemulung barang-barang bekas bisa bertelepon-ria, ber-whatsapp, chatting, dan lain sebagainya menggunakan HP. Kondisi itu sangatlah langka beberapa puluh tahun lalu. Jangankan HP, telepon rumah yang menggunakan kabel saja waktu itu juga jarang yang memilikinya.

Tapi di era globalisasi dan mudahnya berkomunikasi, membuat masyarakat menggantungkan diri kepada HP. Alat komunikasi berupa HP itu mampu “mendekatkan” orang yang jauh dengan orang lain, karena komunikasi yang lebih mudah dan daya jangkaunya tidak terbatas. Tapi, gara-gara HP pula seseorang juga menjadi “jauh”, misalkan di dalam rumah; karena anggota keluarga itu sama-sama “sibuk” dengan HP-nya masing-masing, sehingga mereka jarang berkomunikasi dengan cara tatap muka. Jadi meski mereka dekat, tapi sebenarnya “jauh”.

Pada zaman now pula,  seseorang dengan mudah bisa mengakses berbagai informasi melalui HP. “Mbah” Google menjadi kunci bagi seseorang untuk mencari informasi yang diinginkan. Media sosial bermunculan dan menyemarakkan jagad maya. Bermuncullannya media sosial itu dibarengi dengan kreativitas masyarakat untuk memposting tulisan, cerita, dan lain sebagainya yang bisa langsung diakses oleh masyarakat lainnya. Tidak jarang tulisan-tulisan itu bernada jenaka, tapi tidak sedikit pula yang mengandung ujaran kebencian.


Jarimu sebaiknya untuk menulis hal-hal baik, memotivasi, menebar energi positif dan inspirasi kehidupan.

Disadari atau tidak, saat ini berkata dan berbicara telah menjadi salah satu bentuk komunikasi yang efektif. Banyak bentuknya, mulai dari mengobrol, mengeluarkan pendapat, berdebat, dan lain-lain.

Bahkan, belakangan, model berbicara ini telah mengalami inflasi kata-kata. Dengan begitu, kesimpulan tentang benar dan salah menjadi sangat absurd dan bias kepentingan. Ditambah lagi, eskalasi maraknya pengguna media sosial (medsos) makin masif.

Ada pepatah yang mengatakan: “mulutmu, harimaumu”. Pepatah ini menjelaskan pada kita agar selalu menjaga lisan kita ketika berbicara. Rasul pun memberikan nasihat dalam hadisnya: “Selamatnya manusia karena mampu menjaga lidahnya.” (HR Bukhari).

Atau hadis lain yang artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau (jika tidak bisa) lebih baik diam.” (HR Bukhari dan Muslim). Dua landasan hadis ini jelas mengingatkan agar berhati-hati dalam berbicara. Kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun!

Seiring dengan kemajuan teknologi, bentuk komunikasinya tidak lagi menggunakan mulut, tetapi jari jemari. Setiap orang rata-rata mempunyai ponsel, jadi kapan pun bisa bebas berkata lewat jari-jarinya.

Mulutnya diam, tapi jari-jarinya berkelana menulis status dan berkomentar atas status, baik lewat Twitter, Facebook, Instagram, dan lain sebagainya. Sayangnya, kebebasan ini minus kontrol dan tunaadab. Setiap orang bebas update status, bebas nge-twit, bebas berkomentar apa saja tanpa mempertimbangkan dengan siapa dia berhadapan. 

Allah SWT berfirman: "Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan di antara manusia. Barang siapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kami akan memberinya pahala yang besar." (QS an-Nisaa': 114).

Pembicaraan apa pun selama tidak ada unsur kebaikannya tidak perlu dilakukan, termasuk menulis atau komentar status di medsos. Ini adalah alarm bagi kita semua agar mampu menggunakan jari dengan sebaik-baiknya. 

Dalam riwayat lain, Rasullullah SAW bersabda: “Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu." (HR Ahmad).

Artinya, diam di sini untuk menahan akibat yang lebih buruk jika disampaikan. Bukan diam karena abai dan tidak mau tahu. Karena itulah, tip paling sederhana agar kita mampu menjaga mulut dan jari kita adalah dengan latihan diam (silent exercise). Diam memang perlu dilatih. Dengan cara lebih banyak mendengar daripada berbicara. 

Kecerdasan mendengar (listening quotion) ini sebaiknya dilatih. Karena, mendengar itu sangat sulit bagi orang-orang yang sudah terbiasa bicara. Makanya, perlunya kita saling mengingatkan (QS al-Ashr: 3). Itu tugas kita semua.

Jarimu sebaiknya digunakan untuk menulis hal-hal baik, memotivasi, menebar energi positif dan inspirasi kehidupan agar makin banyak orang mendapatkan hikmah dan manfaatnya.

Jangan malah sebaliknya, digunakan untuk menebar fitnah dan hoaks (berita palsu). Karena, yang rugi pun kita sendiri bukan orang lain. Karena itu, hentikan sharing status-status provokatif!


Sumber :

https://www.ppal.or.id/opini/827/jari-jarimu-harimaumu/

https://www.republika.id/posts/14004/jarimu-harimaumu

Lepas dari Masalah

Bagaimana cara lepas dari suatu masalah. Kita analogikan bagaimana cara membersihkan sebuah ruangan yang terdapat 2 ekor kambing sehingga ruangan tersebut juga bau kambing.

Jika kita langsung membersihkan dengan menyapu dan mengepel serta memberi parfum, tetap saja bau kambing tidak akan hilang.

Sampai capek dan pegal pun bau kambing tidak akan hilang karena sumber bau, yaitu 2 ekor kambing masih berada di ruangan.

Langkah yang benar adalah kita keluarkan terlebih dahulu kambing yang berada di ruangan. Baru kemudian kita sapu dan pel ruangan tersebut dengan kesabaran dan ketekunan.

Dan lama-kelamaan ruangan tersebut akan terhindar dari bau kambing.

Digital Footprint

Mengelola Baik Jejak Digital

Jejak digital atau riwayat aktivitas kita di internet akan tetap tinggal, alias tidak akan benar-benar hilang meskipun sudah dihapus.


Bentuk Jejak Digital

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memaparkan, bentuk jejak digital sendiri bermacam-macam, bisa berupa riwayat pencarian, biasanya pada history search browser. 

Bisa juga berasal dari pesan teks dari aplikasi, foto dan video (termasuk yang sudah dihapus), tagging foto dan video dari orang lain, lokasi yang kita kunjungi, hingga persetujuan akses cookies dalam perangkat.

Juga termasuk unggahan foto, aktivitas berbagi pesan, mengunjungi laman situs, unggahan konten atau meninggalkan komentar, mengisi data pribadi, internet banking dan masih banyak lainnya. Data-data tersebut merupakan jejak digital yang tanpa sadar akan tersimpan secara abadi di internet.


Mengelola Jejak Digital

Agar terhindar bahaya jejak digital, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, di antaranya;

  • Posting hal positif seperti karya dan prestasi
  • Hindari posting data diri, kartu identitas, dan hal sensitif lain
  • Hindari menghujat, menghina, melecehkan seseorang di sosial media
  • Stop oversharing, pikir ulang sebelum posting
  • Hapus komentar atau riwayat buruk di sosial media
  • Hapus semua cookie
  • Cek nama di google, segera hapus informasi sensitif
  • Buat password unik dan berbeda pada tiap akun


Mengenal Jejak Digital dan Dampaknya

Di era digital ini hampir semua orang menggunakan internet untuk memudahkan dalam melakukan pekerjaan ataupun mencari informasi. Sehingga, setiap aktifitas yang dilakukan pastinya akan menimbulkan jejak digital. 

Jejak digital di internet bisa menjadi masalah yang besar, karena jejak digital ini mengandung informasi pribadi yang bisa saja berpotensi menimbulkan hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. 

Melalui artikel ini kamu akan diajak untuk mengenal lebih detail mengenai jejak digital dan dampaknya bersama INSTIKI, kampus IT, desain, dan bisnis terbaik di Bali dan Nusa Tenggara. 


Apa Itu Jejak Digital? 

Jejak digital merupakan segala informasi yang kamu tinggalkan di internet. Biasanya tanpa sadar pengguna internet akan meninggalkan jejak digitalnya. Jejak digital sangat mudah diakses oleh banyak orang dalam waktu yang singkat dan jejak digital hal yang paling sulit untuk dihapus. Maka dari itu, tindakan penyalahgunaan data lebih rawan dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. 


Apa Saja Jenis-Jenis Jejak Digital? Jejak digital memiliki dua jenis yang harus kamu ketahui yaitu: 

Jejak Digital Aktif.

Jejak digital aktif merupakan infomasi yang secara sadar kamu bagikan di internet. Contoh jejak digital aktif yaitu: 

  • Konten unggahan
  • Direct message 
  • Komentar di media sosial 
  • Mengisi survey online
  • Mengirim email 


Jejak Digital Pasif. 

Jejak digital pasif yaitu informasi yang kamu tinggalkan di internet tanpa sadar atau data yang dikumpulkan secara otomatis oleh pihak lain tanpa sepengetahuan pemilik jejak digital. Adapun contoh dari jejak digital pasif yaitu: 

  • Riwayat browser
  • Alamat IP
  • Perangkat yang digunakan 
  • Aplikasi yang mengakses lokasi GPS kamu


Terus Apa Saja Dampak yang Akan Terjadi Ketika Kita Meninggalkan Jejak Digital? Adapun beberapa dampak dari jejak digital yaitu sebagai berikut: 

Memengaruhi Perspektif Seseorang. Ketika kamu melihat seseorang di internet apakah kamu pernah menilai orang tersebut bagaimana perilakunya di internet? Nah, jejak digital ini lah yang bisa memengaruhi bagaimana sudut pandang orang memandang kamu.

Menjadi Faktor Penentu Masuk Perguruan Tinggi dan Beasiswa. Seiring berkembangnya jaman hampir semua perguruan tinggi atau pun program beasiswa pastinya ingin mengetahui akun media sosial mahasiswa tersebut. Hal ini dapat menjadi sebuah faktor penentu apakah mahasiswa tersebut berhak untuk diterima atau tidak di perguruan tinggi atau pun mendapatkan program beasiswa.

Peluang Untuk Mendapatkan Pekerjaan. Selain perguruan tinggi dan program beasiswa, HRD juga akan mencari tau siapa orang yang akan direkrut, salah satunya dengan menelusuri akun media sosial si pelamar. Nah, jika akun media sosialmu tidak sesuai ekspetasi, bisa saja kamu gagal untuk direkrut lho.

Rentan Terhadap Keamanan Pribadi. Jika kamu sering menyebar data atau informasi pribadimu di internet, kemungkinan lebih besar kamu akan kena serangan cyber. Jadi, mulai sekarang kamu harus lebih hati-hati dalam menyebarkan data atau informasi pribadi di internet ya!

Tidak sedikit orang yang terlibat masalah akibat jejak digital lho. Tanpa kamu sadari kamu sering meningkalkan jejak digital di internet. Nah, mulai sekarang kamu harus lebih berhati-hati lagi ya!


Cara Menghapus Jejak Digital

Jika kamu merasa khawatir terhadap jejak digital yang kamu tinggalkan di internet, kamu mungkin akan berpikir untuk menghapusnya. Ada beberapa cara yang dapat kamu lakukan untuk menghapus jejak digital:


Hapus akun yang dimiliki

Banyak orang yang memiliki lebih dari satu akun di internet. Baik untuk akun sosial media, belanja online, bermain game, dan masih banyak lainnya. Ada kalanya, akun-akun tersebut dilupakan karena jarang digunakan. Untuk itu, kamu perlu memeriksa kembali apakah kamu memiliki akun lain, sebelum kamu menghapus jejak digital melalui akun yang kamu memiliki.


Nonaktifkan akun

Jika kamu tidak ingin menghapus akun, cara lain untuk menghilangkan jejak digital adalah dengan menonaktifkan akun. Beberapa media sosial memiliki fitur deactive yang dapat menonaktifkan sebuah akun secara sementara.

Perlu diingat jika menonaktifkan akun tidak sama dengan menghapus akun. Akun yang dinonaktifkan tidak akan bisa dicari, namun jejak digital yang ada di dalamnya masih tersimpan di internet.


Cari namamu di Google

Salah satu cara untuk menemukan jejak digital milikmu adalah dengan mengetikkan namamu di mesin pencari Google. Jika terdapat foto maupun postingan yang tidak kamu sukai, kamu bisa menghapusnya melalui sumber yang ada pada foto maupun postingan tersebut. Jika kamu tidak dapat menghapusnya, kamu dapat meminta bantuan Google Search Help.


Kelola pengaturan privasi

Beberapa media sosial memiliki fitur kelola privasi seperti private account. Kamu bisa memanfaatkan fitur tersebut untuk membatasi informasi yang kamu berikan di internet. Selain itu, kamu juga dapat mengelola pengaturan privasi pada web browser yang kamu gunakan, maupun pada website yang kamu kunjungi, sesuai dengan kebutuhanmu.


Batasi aktivitas di internet

Sulit untuk benar-benar menghapus jejak digital bagi seseorang yang sangat aktif berinteraksi di internet. Untuk itu, ada baiknya untuk tidak berlebihan saat menggunakan maupun membagikan informasi di internet.


Lindungi Jejak Digitalmu

Jejak digital adalah salah satu hal yang perlu dilindungi jika kamu ingin tetap aman saat berinternet. Kamu dapat memulainya dengan berhati-hati dalam beraktivitas online yang dapat menciptakan jejak digital, baik aktif maupun pasif.

Jika kamu sudah terlalu banyak membagikan informasi di internet, kamu bisa saja menghapus akun untuk menghilangkan jejak digital. Namun, jejak digital bisa saja tertinggal dan tidak sepenuhnya terhapus. Untuk itu, ingatlah untuk selalu bijak dalam berinternet agar mencegah potensi bahaya yang merugikan.


Sumber :

https://indonesiabaik.id/infografis/mengelola-baik-jejak-digital

https://instiki.ac.id/2022/12/04/mengenal-jejak-digital-dan-dampaknya/

Tidak Ada Sepatu yang Sekali Melangkah Langsung Menuju Kesuksesan

Dalam perjalanan hidup, banyak orang menginginkan kesuksesan instan. Mereka ingin satu langkah kecil langsung membawa mereka ke puncak keber...