Mudik bukan sekadar perjalanan pulang ke kampung halaman. Ia adalah ritual tahunan yang penuh makna, membawa rindu yang menggebu dan harapan untuk kembali merasakan hangatnya kebersamaan. Namun, terkadang ada situasi yang membuat tradisi ini harus ditunda, entah karena keadaan ekonomi, pekerjaan, atau bahkan kebijakan tertentu yang menghalangi langkah kita untuk pulang.
Tahun ini, tidak ada mudik. Bukan karena tidak ingin, tetapi karena keadaan belum memungkinkan. Biaya perjalanan yang semakin mahal, tanggung jawab yang terus bertambah, atau mungkin kondisi yang membuat kita harus tetap bertahan di perantauan. Kita hanya bisa menatap foto keluarga di layar ponsel, menggenggam rindu yang harus dipendam lebih lama, dan menerima kenyataan bahwa pertemuan harus ditunda.
Tahun depan, apakah akan ada kesempatan untuk mudik? Jawabannya pun belum tentu. Hidup terus berjalan dengan segala tantangannya. Mungkin tahun depan kita masih dihadapkan pada situasi yang sama, atau bahkan lebih berat. Mungkin ada alasan baru yang kembali membuat kita harus menahan diri. Dan semakin lama, kita mulai menyadari bahwa kepulangan bukan hanya tentang fisik yang kembali, tetapi juga tentang bagaimana kita tetap menjaga hubungan, meski jarak membentang jauh.
Namun, meskipun tak bisa pulang, kasih sayang tidak akan luntur. Teknologi memungkinkan kita tetap terhubung, meski hanya lewat suara dan layar kaca. Rindu bisa diobati dengan doa, dengan harapan bahwa suatu hari nanti, langkah kita akan benar-benar sampai di tempat yang kita sebut rumah.
Tidak ada mudik tahun ini, mungkin juga tidak ada mudik tahun depan. Tapi bukan berarti tak ada cinta, tak ada perhatian. Karena sejatinya, pulang bukan hanya tentang tempat, tetapi juga tentang hati yang tetap terikat, meski raga terpisah oleh waktu dan keadaan.
No comments:
Post a Comment