Masa remaja dimulai dari usia 10-18 tahun dan ada tiga tahapan perkembangan remaja. Pada masing-masing tahapan, anak remaja akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik, kognitif maupun emosi.”
Remaja adalah masa yang unik di mana seorang anak mulai beralih menjadi orang dewasa. Dimulai dari usia 10 tahun hingga 18 tahun, ada banyak perubahan dan perkembangan anak remaja yang akan terjadi.
Mulai dari perkembangan fisik, kognitif, perilaku, emosi hingga sosialnya. Yuk, simak tahapan perkembangan remaja lebih lanjut di sini!
Memasukki usia remaja, setiap anak akan mengalami banyak perubahan. Hal itu dialami oleh baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan. Perkembangan pada masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Masa remaja awal (usia 10-13 tahun)
Selama masa remaja awal, anak-anak akan mengalami perubahan fisik, kognitif, dan psikologis yang signifikan. Ini adalah masa peralihan di mana mereka mulai mengembangkan identitas dan berusaha membangun pertemanan dengan kelompok sebaya mereka.
Berikut beberapa perkembangan remaja yang khas di masa awal remaja ini:
Perubahan fisik
Anak-anak akan mengalami perkembangan fisik yang cukup besar dan minat seksual yang meningkat di masa ini.
Sejumlah perubahan pada tubuh yang akan mereka alami, seperti tumbuhnya rambut di bawah lengan dan dekat kemaluan, perkembangan payudara pada wanita dan pembesaran buah zakar pada pria. Perubahan ini bisa dimulai sejak usia 8 tahun untuk perempuan dan usia sembilan tahun untuk laki-laki.
Anak perempuan juga akan memulai menstruasi mereka sekitar usia 12 tahun.
Perkembangan kognitif
Pada tahap perkembangan remaja awal, anak-anak cenderung egois dan merasa pemikirannya benar. Karena itu, orang tua perlu memberikan alasan atau argumen setiap kali memberi nasihat.
Selain itu, mereka juga mulai sadar dengan penampilan mereka dan khawatir tentang penilaian dari teman-teman sebayanya. Anak yang baru mulai beranjak remaja ini juga akan mengembangkan pemikiran moral yang lebih dalam.
Perkembangan emosi dan sosial
Jangan kaget bila anak praremaja ibu marah ketika ibu masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu atau dengan sengaja mengintip smartphone-nya. Hal itu karena pada masa remaja awal ini, anak-anak akan mulai menuntut privasi.
Mereka juga ingin mengeksplorasi bagaimana menjadi mandiri dan tidak bergantung pada keluarga mereka. Selain itu, mereka juga akan menjalin persahabatan yang dekat dengan teman sebayanya dan mendapatkan pengaruh dari teman-temannya.
2. Pertengahan masa remaja (usia 14-17 tahun)
Memasuki pertengahan masa remaja, anak-anak akan terus mengalami pertumbuhan dan penemuan diri. Remaja pada tahap ini akan mengalami peningkatan intensitas emosional dan menghadapi tantangan baru saat tanggung jawab mereka mulai bertambah.
Berikut perkembangan remaja di masa pertengahan:
Perubahan fisik
Remaja laki-laki mungkin akan mengalami pertumbuhan yang pesat pada tahap ini dan suaranya akan pecah dan bertambah lebih berat. Sedangkan pertumbuhan remaja perempuan akan melambat pada masa ini dan sebagian besar dari mereka akan memiliki periode menstruasi yang teratur.
Ketertarikan pada hubungan romantis dan seksual biasanya dimulai pada masa ini. Agar lebih jelas, ketahui Perkembangan Fisik Remaja yang Perlu Diketahui.
Perkembangan kognitif
Otak mereka terus berkembang menjadi lebih dewasa dan berpikir secara abstrak dalam memecahkan masalah. Meski begitu, emosi masih sering mendorong anak-anak remaja ini dalam mengambil keputusan, sehingga mereka bisa bertindak berdasarkan dorongan hati tanpa memikirkan semuanya secara menyeluruh.
Perkembangan emosi dan sosial
Argumen dengan orang tua bisa meningkat saat anak remaja berjuang untuk lebih mandiri pada masa ini. Mereka juga akan lebih sedikit menghabiskan waktu bersama keluarga dan lebih banyak waktu bersama teman-teman mereka.
Pada tahap ini juga, tekanan dari teman sebaya bisa mencapai puncaknya dan penampilan diri menjadi penting.
3. Masa akhir remaja/dewasa muda (usia 18 tahun ke atas)
Masa remaja akhir menandai transisi menuju masa dewasa muda, di mana seorang anak akan semakin menyempurnakan identitas mereka dan membuat keputusan penting mengenai masa depan mereka. Tahap ini ditandai dengan peningkatan kemandirian dan pengembangan identitas pribadi dan sosial.
Perkembangan fisik
Pada masa ini, perkembangan fisik remaja biasanya sudah selesai dan sebagian dari mereka sudah tumbuh setinggi orang dewasa.
Perkembangan kognitif
Pada tahap ini, remaja sudah bisa mampu berpikir tentang ide-ide secara rasional, memiliki kontrol impuls (mengontrol perilaku dan emosinya) dan bisa mengesampingkan kepuasan diri, serta merencanakan masa depan.
Mereka juga memiliki rasa identitas dan individualitas yang lebih kuat dan bisa mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri
Perkembangan emosi dan sosial
Anak-anak remaja yang beranjak dewasa juga mengalami peningkatan kemandirian, stabilitas emosi, stabilitas dalam persahabatan dan hubungan romantis, dan mungkin juga menjalin “hubungan dewasa” dengan orang tua. Mereka mungkin memandang orangtua bukan sebagai figur otoritas, melainkan sebagai sahabat.
Itulah tahapan perkembangan remaja yang perlu orangtua ketahui. Dengan begitu, ayah dan ibu bisa lebih siap dalam menghadapi perubahan anak remaja dan mencari cara efektif untuk mengatasinya.
Dewasa Muda (Definisi, Aspek, Karakteristik, Tugas dan Perkembangan)
Dewasa awal atau disebut juga dewasa muda (adult) adalah masa transisi dari remaja ke beranjak dewasa (emerging adulthood), yaitu periode umur 20 sampai dengan 40 tahun, dimana dalam rentang usia ini individu mengalami masa transisi, baik secara fisik (physically trantition), transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition) (Santrock, 1999).
Salah satu tahapan perkembangan yang paling dinamis sepanjang rentang kehidupan manusia adalah dewasa muda, sebab seseorang mengalami banyak perubahan-perubahan progresif secara fisik, kognitif, maupun psikososio-emosional, untuk menuju integrasi kepribadian yang semakin matang dan bijaksana. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru, maka dari itu orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa yang lain.
Menurut Hurlock (2012), seseorang dikatakan telah memasukkan dewasa awal apabila telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal, siap berproduksi, dan diharapkan telah memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dapat diharapkan memainkan peranya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Masa dewasa muda juga merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan diharapkan memainkan peran baru, keinginan-keinginan baru, mengembangkan sikap-sikap baru, dan nilai-nilai baru.
Seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau melibatkan kontak seksual. Peningkatan yang terjadi pada masa dewasa awal akan dimanifestasikan melalui berbagai macam hal, seperti sosialisasi yang luas, penelitian karier, semangat hidup yang tinggi, perencanaan yang jauh ke depan, dan sebagainya. Berbagai keputusan yang penting yang berkaitan dengan kesehatan, karier, dan hubungan antar pribadi juga akan dialami pada masa dewasa awal.
Transisi dari remaja menuju ke dewasa – yaitu antara usia 16-24 tahun – merupakan masa di mana seseorang berhadapan dengan banyak tantangan dan pengalaman baru.
Selain mulai memiliki legalitas hukum dan tanggung jawab yang meningkat, remaja di periode ini juga masih mengalami perkembangan biologis, psikologis, dan emosional – bahkan hingga usia 20an.
Riset yang kami lakukan tahun lalu terhadap 393 remaja berusia 16-24 tahun memperkuat asumsi di atas.
Riset kami juga mendukung temuan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization (WHO)) yang mengatakan 1 dari 4 remaja di usia ini menderita gangguan kesehatan jiwa.
Informasi akurat dan kredibel bagaikan oksigen yang menyehatkan kita.
Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari aktifnya hormon reproduksi, perkembangan otak yang terus berlangsung, serta pembentukan identitas diri mereka. Hal ini tentu dapat disertai ketidakstabilan emosi atau pengambilan keputusan yang sering kali impulsif.
Sedangkan, penelitian kami menemukan bahwa banyak remaja Indonesia di periode transisi ini mengalami tantangan beradaptasi terhadap kehidupan mereka yang mulai berubah, kesulitan mengatur waktu dan keuangan pribadi, serta mengalami peningkatan rasa kesepian saat belajar dan merantau di kota yang jauh dari tempat tinggal.
Usia 16-24 tahun adalah periode kritis
Riset di atas, yang dilakukan oleh tim Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia, mencoba untuk memetakan keresahan mental remaja di periode transisi 16-24 tahun dari seluruh Indonesia – terutama mahasiswa tahun pertama – melalui survey online.
Sebanyak 95,4% menyatakan bahwa mereka pernah mengalami gejala kecemasan (anxiety), dan 88% pernah mengalami gejala depresi dalam menghadapi permasalahan selama di usia ini.
Selain itu, dari seluruh responden, sebanyak 96,4% menyatakan kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami.
Pada periode ini, misalnya, banyak remaja tiba-tiba harus menjelajahi lingkungan yang baru, lingkaran pertemanan yang semakin luas, tuntutan pendidikan atau karier yang semakin berat, hingga budaya yang bisa jadi sangat berbeda – disertai dengan berbagai masalah dan konflik yang kerap muncul dari berbagai perubahan ini.
Penyelesaian masalah yang paling sering mereka lakukan adalah bercerita pada teman (98,7%), menghindari masalah tersebut (94,1%), mencari informasi tentang cara mengatasi masalah dari internet (89,8%).
Namun, sebagian juga berakhir dengan menyakiti diri mereka sendiri (51,4%), atau bahkan menjadi putus asa serta ingin mengakhiri hidup (57,8%).
Berbagai masalah yang dalam masa transisi ini berisiko tinggi menjadi lebih buruk di kemudian hari apabila tidak ditangani dengan optimal.
Banyak remaja dan anak muda di usia 16-24 tahun menghadapi tentangan kehidupan karena faktor biopsikologis, lingkungan yang baru, dan pembentukan identitas diri. (Unsplash/Alex Ivashenko), CC BY
Tidak banyak yang mencari bantuan
Meskipun remaja periode transisi amat rentan mengalami masalah kesehatan jiwa, namun tidak banyak dari kelompok ini yang mengakses layanan kesehatan jiwa.
Kurangnya layanan kesehatan mental di Indonesia – hanya sekitar 0,29 psikiater dan 0,18 psikolog per 100.000 penduduk – juga membawa tantangan tersendiri.
Tapi, faktor lain yang juga menjadi penghambat, antara lain adalah layanan yang kurang sesuai dengan kebutuhan remaja di usia mereka.
Dalam studi yang kami lakukan, misalnya, para remaja mengatakan bahwa mereka mengharapkan layanan bantuan kesehatan mental yang menjamin kerahasiaan (99,2%), tidak menghakimi (98,5%), berkelanjutan untuk periode waktu tertentu (96%), serta dapat diakses online (84,5%).
Mereka juga merasa berbagai layanan yang ada diisi oleh tenaga profesional yang kurang ramah (99,2%) dan belum terbuka untuk mendengarkan segala permasalahan yang mereka alami (99%).
Stigma negatif tentang kesehatan jiwa yang berkembang di masyarakat, juga semakin menghambat remaja untuk mencari bantuan ke layanan kesehatan jiwa.
Beberapa remaja usia transisi, misalnya, mengatakan takut menceritakan ke orang tua atau orang terdekat bahwa mereka datang ke layanan kesehatan mental karena takut dianggap sebagai orang dengan gangguan jiwa berat atau “kurang iman”.
Selain itu, jawaban dari para responden kami juga mengindikasikan ada masalah kurangnya pengetahuan remaja usia transisi tentang masalah layanan kesehatan mental dan kemana mencari bantuan.
Padahal, pemahaman remaja di periode ini tentang kesehatan mental sangat penting agar mereka dapat mengidentifikasi masalah sejak dini, sehingga mendapatkan bantuan yang sesuai.
Meningkatnya ketahanan mental (resilience) seseorang pada periode ini akan berdampak positif tidak hanya terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan mereka, tapi juga keberhasilan mereka secara akademis, di lingkungan kerja, dan masyarakat.
Apa yang perlu dilakukan?
Oleh karena itu, perlu intervensi yang lebih baik untuk membantu para remaja di periode kritis ini agar dapat lebih mengenali masalah yang dihadapi, memahami cara mengatasi stres, serta membangun ketahanan mental.
Fasilitas kesehatan umum yang ada harus bisa memberikan perhatian dan dukungan lebih pada kesehatan remaja di usia transisi.
Utamanya, berbagai layanan ini harus bisa menjamin kerahasiaan, tidak menghakimi, dan terbuka mendengarkan masalah remaja di periode ini – apapun bentuknya.
Lembaga riset kesehatan mental anak muda Orygen di Australia, misalnya, menawarkan beberapa aspek penting yang harus dipenuhi layanan kesehatan mental.
Di antaranya adalah layanan yang inklusif, terbuka untuk berbagai kelompok dan beragam jenis keresahan, dan juga aktif melakukan kegiatan promosi dan pencegahan.
Institusi pendidikan tinggi tempat sebagian besar remaja usia transisi berada, juga harus bisa memberikan layanan konsultasi maupun kampanye pentingnya kesehatan mental pada para mahasiswa.
Kampus juga bisa semakin berperan dengan memasukkan muatan tentang kesehatan mental ke dalam kurikulum tiap program.
Di Inggris, Kanada, dan Finlandia, misalnya, terdapat sistem dukungan dan layanan kesehatan jiwa yang komprehensif bagi mahasiswa.
Ini melingkupi edukasi yang membekali mahasiswa baru tentang perubahan yang terjadi di usia transisi, adaptasi di perkuliahan, cara mengatasi stres dan masalah kesehatan jiwa, serta edukasi tentang pengenalan gejala gangguan jiwa dan cara mengakses layanan kesehatan jiwa.
Sumber :
https://www.halodoc.com/artikel/tahapan-perkembangan-remaja-usia-10-18-tahun-yang-perlu-diketahui
https://www.kajianpustaka.com/2021/09/dewasa-muda.html
https://theconversation.com/riset-usia-16-24-tahun-adalah-periode-kritis-untuk-kesehatan-mental-remaja-dan-anak-muda-indonesia-169658