Ada momen-momen dalam hidup ketika segalanya terasa begitu berat. Dunia seperti runtuh perlahan, satu per satu beban menumpuk tanpa aba-aba. Di titik paling rapuh itu, yang paling kita butuhkan bukanlah jawaban, bukan solusi instan, tapi hanya satu hal sederhana: kehadiran. Namun ironisnya, justru di saat-saat paling membutuhkan seseorang untuk tetap tinggal, kita malah ditinggalkan.
Rasa sedih yang datang bukan hanya karena keadaan yang sulit, tapi juga karena kehilangan pegangan. Ketika seseorang yang biasanya menjadi sandaran pergi tanpa penjelasan, atau bahkan tanpa berpamitan, luka yang tertinggal jauh lebih dalam dari sekadar rindu. Rasa takut pun datang menyusul, menghantui pikiran dengan pertanyaan-pertanyaan: “Kenapa dia pergi saat aku hancur?”, “Apa aku terlalu lemah untuk dicintai?”, “Apakah ini semua salahku?”
Kita hidup dalam dunia yang mengagungkan kemandirian, tapi sesungguhnya tidak ada manusia yang benar-benar kuat sendirian. Kita semua butuh teman seperjalanan, terlebih saat badai datang. Maka, saat ditinggalkan di tengah gelapnya malam batin, kita tak hanya merasa sepi—kita merasa hilang arah.
Namun, dari rasa sedih dan takut itu, ada satu pelajaran yang akan tumbuh pelan-pelan: kekuatan dari dalam diri sendiri. Memang, menyadari hal itu tidak akan serta-merta menghapus luka. Tapi lambat laun, kita akan mengerti bahwa orang bisa datang dan pergi, tapi satu-satunya yang tidak boleh meninggalkan kita adalah diri kita sendiri.
Pada akhirnya, kehilangan seseorang di saat paling lemah bukan berarti akhir dari segalanya. Justru itu adalah proses pendewasaan. Tangis yang jatuh bukan tanda kalah, tapi bukti bahwa kita manusia. Dan ketika esok datang, kita akan mulai belajar menata ulang hidup. Tidak mudah, tapi perlahan.
Jadi untukmu yang pernah ditinggalkan saat sedang rapuh, izinkan dirimu bersedih. Tapi jangan biarkan luka itu mencuri cahaya di matamu. Kamu masih punya hari esok, masih ada cinta yang layak kamu terima. Karena kamu berharga, bahkan ketika orang lain tak mampu melihatnya.
Dan suatu hari nanti, kamu akan menyadari: orang yang pergi saat kamu jatuh... bukanlah kehilangan. Tapi penyaringan.
No comments:
Post a Comment