Pages

Tuesday, April 29, 2025

Terlalu Menyeramkan untuk Kembali Mempercayai Seseorang

Ada luka-luka yang tidak terlihat, tapi terasa begitu dalam. Ada ketakutan yang tak berbentuk, tapi mencengkeram hati dengan kuat. Salah satu rasa paling sulit untuk dipulihkan adalah kepercayaan yang pernah dikhianati. Ketika seseorang yang dulu begitu kita percayai justru menggoreskan luka, maka membangun kembali keberanian untuk percaya pada orang lain menjadi perjalanan yang tidak sederhana.

Mempercayai seseorang adalah bentuk keberanian. Itu seperti menyerahkan bagian rapuh dari diri kita ke tangan orang lain dengan harapan mereka akan merawatnya, bukan merusaknya. Namun ketika pengkhianatan datang—entah berupa kebohongan, pengkhianatan janji, atau ketidakpedulian—keberanian itu pun runtuh. Yang tersisa hanyalah rasa takut yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Bukan berarti orang yang pernah disakiti menjadi dingin atau membenci dunia. Tidak. Mereka tetap ingin mencintai, ingin percaya, ingin memberi ruang bagi orang lain dalam hidupnya. Tapi ada semacam alarm yang berbunyi di dalam hati mereka setiap kali seseorang mendekat. Ada keraguan yang membisikkan, "Bagaimana kalau luka itu terulang lagi?" Ada ketakutan yang membentangkan jarak antara keinginan untuk percaya dan kemampuan untuk benar-benar melakukannya.

Terlalu menyeramkan untuk kembali mempercayai seseorang, karena pengalaman telah mengajarkan bahwa tidak semua tangan yang mengulurkan diri berniat untuk menolong. Ada tangan-tangan yang justru melepaskan di tengah perjalanan, meninggalkan kita terjatuh dan terluka sendirian. Ketakutan itu bukan sekadar ketakutan kosong; itu adalah mekanisme bertahan hidup yang dibangun dari rasa sakit yang nyata.

Namun dalam ketakutan itu, kita juga perlu ingat: tidak semua orang datang untuk menyakiti. Masih ada jiwa-jiwa baik di luar sana yang tulus, yang tidak akan mempermainkan kepercayaan yang diberikan. Tidak mudah memang, dan tidak harus tergesa-gesa. Memberi kesempatan lagi bukan berarti memaksa hati untuk sembuh dalam semalam, tapi tentang memberi ruang bagi keajaiban kecil untuk tumbuh perlahan.

Mempercayai lagi bukan tentang melupakan luka, melainkan tentang menerima bahwa luka itu pernah ada dan membiarkannya menjadi pelajaran, bukan penjara. Kita boleh hati-hati, kita boleh selektif, kita boleh menjaga jarak secukupnya sampai benar-benar yakin. Memang, kepercayaan yang baru seperti tanaman muda yang rentan: perlu waktu, kesabaran, dan perhatian untuk bertumbuh kembali.

Pada akhirnya, kita semua punya hak untuk melindungi diri sendiri. Jika hari ini terlalu menyeramkan untuk percaya lagi, tidak apa-apa. Ambil waktu sebanyak yang dibutuhkan. Tidak ada keharusan untuk terburu-buru membuka pintu hati. Yang penting, jangan pernah sepenuhnya menutupnya. Karena di luar rasa takut itu, dunia tetap menyimpan banyak kebaikan yang layak untuk ditemui—saat kita sudah siap.

Dan hingga saat itu tiba, rawatlah diri sendiri sebaik mungkin. Karena sebelum mempercayai orang lain, yang paling utama adalah membangun kembali kepercayaan pada diri sendiri: bahwa kita pantas untuk bahagia, pantas untuk dicintai, dan pantas untuk mendapatkan kebaikan tanpa rasa takut.

No comments:

Post a Comment

Tidak Ada Sepatu yang Sekali Melangkah Langsung Menuju Kesuksesan

Dalam perjalanan hidup, banyak orang menginginkan kesuksesan instan. Mereka ingin satu langkah kecil langsung membawa mereka ke puncak keber...